Jumat, 10 Juli 2009

Subjectum litis

Subjectum litis lebih dikenal sebagai pihak-pihak berperkara atau bersengketa. Menurut Pasal 51 ayat (1) UU MK, yang dapat mengajukan permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 ialah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang, yaitu: a. Perorangan WNI; b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; c. badan hukum publik atau privat; atau d. lembaga negara. Dengan demikian selain empat pihak diatas, tidak dapat mengajukan permohonanan pengujian undang-undang.

Untuk perkara pembubaran partai politik yang juga menjadi kewenangan MK untuk mengadilinya, yang dimungkinkan pihak yang dapat mengajukan permohonan untuk berperkara mengenai hal tersebut adalah Pemerintah yang dapat diwakili oleh Jaksa Agung dan/atau Menteri yang ditugasi oleh Presiden untuk itu. Sedangkan sebagai Termohon adalah partai politik yang diwakili oleh pimpinan partai politik yang dimohonkan untuk dibubarkan. Dengan demikian, peraturan perundang-undangan memungkinkan pihak yang dapat menjadi Pemohon untuk membubarkan partai politik adalah pemerintah.


Untuk perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN), lembaga negara yang dapat menjadi pemohon atau termohon dalam perkara SKLN sebagaimana lebih rinci sudah dijabarkan dalam PMK, yaitu: DPR, DPD, MPR, Presiden, BPK, Pemda, dan lembaga negara lain yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. (Pasal 2 ayat (1) PMK No. 8/PMK/2006). Oleh karena itu untuk dapat memenuhi syarat subjectum litis-nya untuk membubarkan partai politik adalah enam lembaga negara diatas dan lembaga negara lain yang kewenangannya diberikan UUD 1945.

Dalam perkara perselisihan hasil pemilukada (PHPU.D) yang dapat mengajukan permohonan ke MK sebagai Pemohon adalah: Pasangan calon kepala daerah yang mempunyai kepentingan langsung dalam perselisihan hasil pemilukada. Sedangkan pihak Termohon adalah KPU/KIP Provinsi atau KPU/ KIP Kabupaten/Kota. Untuk pasangan calon selain Pemohon dapat menjadi pihak terkait dalam perselisihan hasil Pemilukada. (Pasal 3 ayat (1) dan (2) PMK No.15/PMK/2008)

Perkara perselisihan hasil pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD yang dapat menjadi Pemohon adalah: (i) perorangan WNI calon anggota DPD peserta Pemilu; (i) partai politik peserta Pemilu; (iii) partai politik dan partai politik lokal peserta Pemilu anggota DPRA dan DPRK di Aceh। Sedangkan KPU adalah sebagai pihak yang mengeluarkan penetapan yang menjadi objek perkara sehingga oleh peraturan yang berlaku diposisikan sebagai Termohon. Dalam hal perselisihan hasil penghitungan suara calon anggota DPRD provinsi dan/atau DPRA, KPU provinsi dan/atau KIP Aceh menjadi Turut Termohon.

Selain itu, dalam hal perselisihan hasil penghitungan suara calon anggota DPRD kabupaten/kota dan/atau DPRK di Aceh, KPU kabupaten/kota dan/atau KIP kabupaten/kota di Aceh menjadi Turut Termohon. Peserta Pemilu selain Pemohon yang berkepentingan terhadap permohonan yang diajukan Pemohon dapat menjadi Pihak Terkait.

Untuk perkara perselihan hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden subjectum litis-nya adalah: Pasangan Calon sebagai Pemohon dan KPU sebagai Termohon. Pasangan Calon selain Pemohon dapat menjadi Pihak Terkait dalam persidangan, baik atas permintaan sendiri, maupun atas penetapan Mahkamah. (Pasal 3 ayat (1) dan (2) PMK No. 15 Tahun 2008)

Sebagaimana syarat objectum litis diatur dalam peraturan perundang-undangan, maka begitu pula jika subjectum litis berdasarkan jenis perkara tidak terpenuhi, maka menjadikan sebuah perkara diputus tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi, karena permohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan (legal standing). (Miftakhul Huda)

Sumber: Majalah Kontitusi BMK, No.28-April 2009, hal. 75-76