Kamis, 02 Juli 2009

Ultra petita

Ultra petita adalah penjatuhan putusan oleh hakim atas perkara yang tidak dituntut atau mememutus melebihi dari pada yang diminta. Ketentuan ultra petita diatur di dalam Pasal 178 ayat (2) dan (3) Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) serta padanannya dalam Pasal 189 ayat (2) dan (3) Rechtsreglement Buitengewesten (RBg) yang melarang seorang hakim memutus melebihi apa yang dituntut dalam permohonan (petitum). Ketentuan HIR merupakan hukum acara peninggalan masa kolonial yang berlaku pada pengadilan perdata di Indonesia saat ini, sedangkan Rbg saat ini berlaku untuk luar Jawa dan Madura.

Ultra petita dalam hukum acara perdata pada asasnya dilarang. Larangan ini sampai-sampai manakala judec factie melanggar larangan tersebut hukum memberikan peluang mengajukan kasasi karena alasan ”salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku” (Pasal 30 UU MA), dan putusan mengandung ultra petita dapat menjadi dasar seseorang untuk menggunakan upaya hukum luar biasa: peninjauan kembali (Pasal 67 dan Pasal 74 ayat (1) UU MA).

Larangan ultra petita ini terkait dengan asas dalam hukum hukum perdata bahwa hakim bersifat pasif (menunggu) atau hakim ”tidak berbuat apa-apa”, dalam artian bahwa ruang lingkup atau luas pokok yang disengketakan yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa pada asasnya ditentukan para pihak yang berperkara. Sehingga luas pemeriksaan sampai mana hakim bersikap menunggu pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyampaikan terkait sengketa kepada hakim tersebut. Konsekuensinya juga penggugat dapat menarik perkaranya dalam batas yang ditentukan, karena meneruskan atau menghentikan perkara menjadi hak penggugat.

Hakim juga hanya menimbang hal-hal yang diajukan para pihak dan tuntutan hukum yang didasarkan kepadanya (iudex non ultra petita atau ultra petita non cognoscitur). Hakim hanya menentukan, adakah hal-hal yang diajukan dan dibuktikan para pihak itu dapat membenarkan tuntutan hukum mereka. Hanya sebatas itu. Ia tidak boleh menambah sendiri hal-hal yang lain dan tidak boleh memberikan lebih dari yang diminta. Meskipun dalam peraturan tertulis dilarang, akan tetapi sebenarnya yurisprudensi MA menunjukkan perkembangan yang berbeda yaitu ultra petita diperbolehkan dengan persyaratan yang ketat.

Berbeda dengan peradilan perdata, hukum acara di Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mengatur mengenai ultra petita. Dengan tidak diatur dalam UU MK bukan berarti asas larangan memutus ultra petita ini diperkenankan, dilarang atau MK diwajibkan mengambil alih secara "mentah-mentah" asas larangan di pengadilan perdata tersebut. Boleh tidaknya penerapan asas ini ditentukan oleh kedudukan MK dan karakter hukum acara yang berbeda.

Adalah bbjek perkara atau objectum litis di MK berbeda dengan peradilan perdata yang melindungi orang perorangan, sedangkan di MK objek perkara yang menjadi kompetensinya lebih bersifat hukum publik, tidak hanya melindungi kepentingan pihak-pihak yang berperkara, akan tetapi pihak yang tidak kalah penting di luar para pihak, yaitu seluruh rakyat Indonesia. MK adalah penjaga dan penafsir konstitusi, serta penjaga demokrasi dan pelindung hak-hak konstitusional warga negara, sehingga karakter dan asas-asas yang berlaku berbeda dengan peradilan lain.

MK dalam putusan pengujian konstitusionalitas undang-undang beberapa kali memutus melebihi permohonan. Pertimbangan MK pada pokoknya adalah sebagai berikut: 1) Undang-undang yang diminta diuji merupakan “jantung” UU sehingga seluruh pasal tidak dapat dilaksanakan; 2) praktik ultra petita oleh MK lazim di negara-negara lain; 3) perkembangan yurisprudensi pengadilan perdata ultra petita diijinkan; 4) pengujian UU menyangkut kepentingan umum akibat hukumnya bersifat erga omnes, berbeda dengan hukum perdata (privat); 5) kebutuhan kemasyarakatan menuntut ultra petita tidak berlaku mutlak; 6) jika kepentingan umum menghendaki hakim tidak boleh terpaku pada permohonan (petitum); 7) permohonan keadilan (ex aequo et bono) dianggap secara hukum diajukan pula dan mengabulkan hal yang tidak dimintakan putusan melebihi putusan. (Miftakhul Huda)

Sumber: Majalah Konstitusi BMK, No. 27-Maret 2009, hal. 63

- Lebih jelasnya mengenai putusan ultra petita dalam praktik di MA dan MK mohon periksa tulisan penulis "Ultra Petita" dalam Pengujian Undang-Undang, di muat dalam Jurnal Konstitusi Vol 4 No.3 September 2007.