Selasa, 19 Oktober 2010

Sebuah Komitmen Membangun Demokrasi Substansial

Mereka berasal dari berbagai negara, khususnya negara-negara di Benua Asia. Setidaknya, 26 negara berkumpul membahas seputar pemilu yang ada di negaranya masing-masing. Sekilas, pertemuan ini memang tidak ada yang berbeda sebagaimana konferensi umumnya. Akan tetapi, The 7th Conference of Asian Constitusional Court Judge atau Konferensi ke-7 Hakim Mahkamah Konstitusi Asia (CACCJ) kali ini tergolong istimewa.

Konferensi ini juga diikuti negara-negara di luar Asia, yakni kawasan Eropa, Afrika, Amerika Latin, dan Timur Tengah. Karena itu, konferensi ini dapat disejajarkan dengan kegiatan internasional The Word Conference of Justice yang dihadiri peserta terbanyak. Hal lain yang juga menarik, Konferensi Ke-7 ini diikuti oleh para hakim yang notabene kesehariannya bertugas mengadili perkara untuk memberikan keadilan.

Bukan itu saja. Delegasi dari Mahkamah Konstitusi (MK) dan lembaga sejenis se-Asia ini sebagian besar adalah Ketua MK. Kurang lebih 16 orang anggota delegasi adalah Ketua MK dan lembaga sejenis. Kegiatan ini juga dihadiri oleh organisasi internasional Konrad Adenaur Stiftung (KAS) yang berpusat di Jerman, dan Venice Commission sebagai bagian Council of Europe yang berpusat di Prancis, serta peserta dari Indonesia.

Pada 12-15 Juli 2010 itu, mereka berbagi dan bertukar pengalaman Pemilu di masing-masing negaranya. Isu General Election Law yang diangkat memang tepat dengan gawe besar pelaksanaan Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada) di Indonesia, yang menggelar sekitar 244 Pemilukada tahun ini. MK berperan penting menyelesaikan perselisihan hasil Pemilukada tersebut. Pemilu sendiri adalah mekanisme pergantian kekuasaan secara damai dan kontinyu yang disepakati negara yang bersistem demokrasi.

Bertukar gagasan dan pengalaman sangat penting. Dengan membandingkan berbagai sistem, maka akan ditemukan persamaan dan perbedaan. Sekalipun demikian, adanya kesamaan sistem belum tentu sama dengan yang dialami. Perbedaan terjadi karena memang iklim, suasana, dan sejarah bangsa yang berbeda. Namun, di dalamnya terdapat kebutuhan universal masing-masing negara, meski menimbulkan perbedaan karena kekhususan negara masing-masing. “Tetapi ada satu substansi yang sama, yaitu menyelenggarakan Pemilu secara baik dan benar,” tutur Ketua MK RI, Moh. Mahfud MD.

Dengan pertemuan itu, ada hal-hal bermanfaat bisa dikembangkan di kemudian hari. Sebaliknya, pengalaman hakim lain dapat menjadi masukan bagi Indonesia untuk mempercepat perkembangan tercapainya tujua negara demokrasi. Proses transisi demokrasi yang berjalan lamban tersebut harus dibekali pengetahuan dan pengalaman negara lain. Selain itu, karena mengadili adalah persoalan pergulatan manusia dan kemanusiaan, peran lembaga peradilan sangat penting menjaga integritas proses dan hasil pemilu dan menegakkan hukum.

Negara Indonesia sudah berjalan ke arah yang benar sejak reformasi 1998. Namun, harus diakui, sebagaimana survei The Asia Foundation dalam Demokrasi di Indonesia Sebuah Survei Pemilih Indonesia 2003 (2003), berbeda dengan Pemilu 1999, kini telah terjadi penurunan kepercayaan masyarakat terhadap Pemilu. Namum, hal ini tidak menurunkan semangat aparatur negara mengembangkan demokrasi yang substantif dan berkualitas, tidak hanya demokrasi prosedural dan seremonial belaka. Peran pendidikan pemilih yang selama ini terabaikan, sangat penting mendapatkan perhatian untuk meningkatkan kulitas berdemokrasi kita.

Selain Konferensi, yang patut dibanggakan dalam ajang internasional ini adalah dijadikannya Jakarta sebagai tempat penandatanganan dan deklarasi Asosiasi Hakim MK se-Asia. Karena asosiasi tersebut dibentuk di Jakarta, sehingga disebut ”Deklarasi Jakarta” (Jakarta Declaration). Melihat tujuan dan fungsi yang disepakati Asosiasi, dalam jangka panjang lembaga ini berperan sangat penting bagi MK RI, bangsa dan negara Indonesia. Asosiasi tidak saja menjadi ajang saling bertukar informasi dan pengalaman. Lebih dari itu, Asosiasi ini juga mempromosikan perlindungan hak asasi manusia, jaminan terhadap demokrasi, implementasi penerapan hukum, independensi MK dan lembaga sejenis. Dengan tujuan tersebut, kegiatan-kegiatan dirumuskan dalam rangka mewujudkan itu semua.

Hal-hal kecil bisa bermakna besar. MKRI yang masih muda ini berawal dari kerja keras dan kegiatan kecil-kecil. Semuanya dilakukan dengan kerja keras dan upaya cerdas. Untuk acara ini, dengan sumber daya yang dimiliki, MK mempersiapkan dengan perencanaan matang. Kerja sama dengan lembaga lain juga penting mengingat tiga agenda besar tersebut dan untuk menghormati tamu negara lain. Juga, tidak terkecuali penandatangan Nota Kesepahaman (MoU) antara MKRI dengan MK negara lain sebelum konferensi berlangsung.

Persiapan acara dilakukan selama dua bulan di tengah padatnya jadwal MK menangani perkara Pemilukada. ”Prinsip SMART digunakan,” kata Sekjen MK Janedjri M. Gaffar. Menurutnya sasaran harus diperhitungkan dengan baik, yakni harus jelas (spesific), dapat diukur (measurable), realistis dan dapat dicapai (attainable), harus ada alasan (reasonable), dan dalam waktu yang telah ditentukan (time). Dengan perencanaan terukur, kegiatan dapat berjalan sesuai harapan, bahkan melebihi target MKRI. Hal ini tampak dari kehadiran peserta di luar Asia, serta pembahasan materi lebih mendalam dengan jumlah pemateri (peserta) sangat banyak. Hal teknis pun menjadi perhatian MK, misalkan proceeding acara diterima semua peserta sebelum meninggalkan Indonesia.

Karena momen ini penting, maka Majalah Konstitusi berusaha merekam kegiatan yang terjadi sepanjang pelaksanaan Konferensi Ke-7 tersebut, deklarasi Asosiasi di Jakarta, serta penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) MK. Beberapa pertimbangan kami, semua yang terjadi harus dicatat, agar momen tersebut tidak hilang sebagai bagian dari kiprah MK untuk diketahui generasi masa mendatang. Sekalipun belum dirasakan manfaatnya hari ini, akan tetapi menuliskan jejak atas apa yang dilakukan MK diharapkan berguna untuk masa datang.

Edisi Khusus CCACJ Ke-7 kali ini mengangkat ketiga isu utama di atas. Selain itu kami memuat berita kunjungan beberapa delegasi MK peserta Konferensi ke MK RI. Tidak hanya berita, Tim Majalah untuk Edisi Khusus secara khusus mewancarani Ketua MK Moh Mahfud MD dan Sekretaris Jenderal MK, Janedjri M. Gaffar di sela-sela kepadatan kegiatan keduanya.

Seperti kata-kata bijak, yang terucap akan hilang ditelan angin. Apa yang terucap akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. Sedang yang tertulis akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari. Verba volant, scripta manent. ”Menulis adalah bekerja untuk keabadian,” kata Kartini sebagaimana ditulis Pramoedya Ananta Toer dalam novel Anak Semua Bangsa. Itulah salah satu pertimbangan CCACJ Ke-7 didokumentasikan dalam edisi khusus ini. Semoga bermanfaat. (Miftakhul Huda)

Pengantar Edisi Khusus CACCJ Majalah Konstitusi No.42-Juli 2010
Foto: Ganie/Humas MK