Senin, 31 Januari 2011

Perjuangan Menuju Pemerintahan Konstitusional


Ada dan tiadanya negara Indonesia ditentukan adanya Proklamasi 17 Agustus 1945. Oleh sebab itulah Yamin setiap saat menempatkan penting nya Proklamasi yang melahirkan konstitusi. Pendapat ini juga dikemukakan para ahli hukum negara, misalkan saja Prof. Boedisoesetya dalam Ilmu Hukum Tata Negara, Djilid 1, (1960, 37) yang menyatakan, “perubahan bentuk, susunan, dst., tidak menentukan ada atau tidaknya negara. Yang menentukan adalah norma dasarnya yaitu proklamasi.“

Proklamasi memang menandai kelahiran negara Indonesia. Seperti dalil Yamin dalam Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia, (1954) Proklamasi merupakan awal revolusi Indonesia yang menghendaki negara merdeka berdaulat, mendeklarasikan kemerdekaan dan pembentukan masyarakat bebas dan merdeka. Namun, kemerdekaan sempurna (complete independence) belum sepenuhnya terjadi, karena tujuan revolusi menghendaki sebuah masyarakat baru yang merdeka dan berdaulat.

Revolusi politik sejak 17 Agustus 1945 dilanjutkan dengan revoluasi sosial, dengan menghilangkan beberapa daerah istimewa yang bersifat feodal di Sumatera Utara dan Jawa Tengah dan perjuangan peperangan kemerdekaan membela kedaulatan RI. Sejarah pergerakan kemerdekaan dilukiskan di bagian awal buku ini, tentang penyusunan tiga konstitusi selama revolusi tersebut.

Yamin banyak mencurahkan perhatiannya bagi Piagam Jakarta, Proklamasi, dan ketiga konstitusi. Yang menarik, menurut Yamin, Proklamasi disusun sesuai dengan bunyi Piagam Jakarta. Piagam Jakarta berisi garis-garis besar perlawanan melawan imperialisme-kapitalisme dan facisme, serta pembentukan negara republik yang lebih tua dari Piagam Perdamaian San Fransisco. “Piagam Djakarta jang lebih tua dari Piagam Perdamaian San Fransisco (26 Juni 1945) dan Kapitulasi Tokio (15 Agustus 1945) itu jalah sumber berdaulat jang memantjarkan Proklamasi Kemerdekaan dan Konstitusi Republik Indonesia.” tulis tokoh sumpah pemuda ini. Masih menurut Yamin, Pembukaan UUD 1945 menegaskan corak Unitarisme, Demokrasi dan Sosialisme.

Riwayat perjuangan mendirikan negara merdeka berdasarkan konstitusi dikemukakan dengan cukup runtut dalam buku ini. Sejarah bangsa Indonesia sebelum penjajahan, yaitu kerajaan-kerajaan tidak disusun menurut konstitusi tertulis. Perjuangan pembatasan kekuasaan dan perlindungan hak asasi manusia juga berpengaruh atas rakyat, meskipun semula diwarnai kepentingan untuk merdeka terlebih dahulu, baru memikirkan konstitusi.

Pilar Konstitusi

Pada bagian kedua mengenai penjelasan UUDS 1950, Yamin menegaskan asas-asas konstitusi yang mempengaruhi seluruh pasal-pasal yang ada. Menurutnya asas-asas dan dasar UUDS 1950 tersebut yaitu: (1) kedaulatan rakyat; (2) negara hukum; (3) Bentukan Republik; (4) Kesatuan (Unitarisme); dan (5) Hak Kemerdekaan dan Hak Asasi Kemanusiaan(hlm.53).

Indonesia menganut kekuasaan negara dan masyarakat bersumber dari dan ditangan rakyat sebagaimana juga menjadi kemenangan falsafah negara Rousseau serta revolusi Perancis dan Rusia. Indonesia menambah deretan negara dari 45 negara yang mengakui kedaulatan rakyat. Amos J. Peaslee dalam Constitutions of Nation (1950: 8) menyatakan diantara 84 negara yang dipelajarinya, 74 negara (90%) mengakui kedaulatan rakyat atau 97% dari penduduk bumi yang menerima kedaulatan itu the people to be a source of sovereign power. Selebihnya adalah negara-negara berdaulat pada Kepala Negara (King, Emperor, Paus) dan campuran Raja bersama rakyat atau Mahkota bersama rakyat.

Ketiga konstitusi kita mengakui RI adalah negara hukum yang berkonstitusi tertulis, sebagaimana negara-negara yang menghendaki membatasi kekuasaan dalam negara. UUD 1945 adalah konstitusi tertulis pertama kali di Indonesia, dimana sejarah kita konstitusi tidak dituliskan. Untuk memahami konstitusi, jelas Yamin, harus menempatkan sejarah dan keterangan saat teks dibuat, dan dihubungkan dengan revolusi dalam 160 tahun, serta diartikan menurut bahasa dan lembaga disekelilingnya, meskipun tidak tertulis. ”Konstitusi Republik Indonesia serupalah dengan segala konstitusi (loi constitutionelle) diatas dunia, yang menjadi sebagian dari pada hukum dasar (droit constitutionel) yang ditulis tangan menurut peradaban yang tersusun dalam suasana merdeka dan berdaulat, serta bertambah dengan bagian-bagian yang akan terjadi dan tidak terulis sesudah penulisan pasal- pasalnya yang sejajar dengan dasar dan garis-garis besar Konstitusi itu.” jelas Yamin.(hlm. 68-73).

Begitu pula dalam UUDS 1950 juga menolak absolutisme dan bukan berdasar kekuasaan senjata atau kekuasaan sewenang-wenang, bukan pula negara polisi atau negara militer atau negara kekuasaan (machtstaat), melainkan negara hukum (rechtstaat, government of laws), tempat keadilan tertulis berlaku.

Sejak Proklamasi, republik terus menerus dipertahankan: Republik Indonesia 1945, Republik Indonesia Serikat 1949, dan negara Kesatuan Republik Indonesia 1950. Bentuk republik dan cita-cita kemerdekaan pertama kali dikemukakan oleh Tan Malaka dalam tulisannya Menuju Republik Indonesia (1924) yang mewarnai perjuangan dan digunakan sebagai pedoman para pejuang kemerdekaan Indonesia. Kemudian baru Soekarno dengan Menuju Indonesia Merdeka (1932) dan Mohammad Hatta dengan Ke Arah Indonesia Merdeka (1932). Republik oleh Yamin, dikatakan juga dikenal dalam hukum adat Indonesia, seperti persekutuan hukum nagari di daerah Minangkabau dan negeri Sembilan atau susunan desa pulau Jawa dan Bali. Dengan berbagai macam republik, maka jelas Yamin, menurut UUDS 1950, RI adalah negara Republik Nasional Demokratis yang berkedaulatan rakyat dan berbentuk kesatuan. Sehingga Indonesia, menurut Amos J. Peaslee, termasuk republik atau dari 60% seluruh dunia yang berjumlah kurang lebih 2250 juta jiwa, sedangkan monarki adalah 29% seluruh bangsa sedunia atau 10% penduduk dunia.

Selanjutnya menganai asas negara kesatuan (unitarisme), dasar-dasarnya telah dikemukakan sejak 28 Oktober 1928. Indonesia juga menganut negara kesatuan, yang saat itu sebanyak 69 negara atau 83% negara berbentuk kesatuan di negara yang berbentuk republik, kerajaan dan dominion. Sedangkan sisanya adalah berbagai model federal.

Yang menarik, di saat pembahasan dasar hak asasi manusia, Yamin menceritakan sejarah hak asasi manusia di dunia, dan sampai perang dunia II beberapa hak asasi manusia diakui dalam konstitusi, baik di benua Eropa, Amerika dan Asia. Masa ini juga muncul kebutuhan hak asasi manusia dipertegas, sehingga tidak masuk jurang fascisme. Akan tetapi menurut Yamin, meskipun pembukanya menjamin adanya demokrasi, akan tetapi pasal-pasalnya membenci kemerdekaan diri dan menentang liberalisme dan demokrasi revolusioner. HAM tidak diakui seluruhnya, akan tetapi diambil beberapa pasal yang sesuai suasana politik dan sosial saat itu yaitu tiga pasal. ”Waktu merancang Konstitusi 1945, maka hak asasi yang lebih luas memang dimajukan, tetapi usul itu kandas atas alasan, bahwa pada waktu itu hak asasi dipandang sebagai kemenangan liberalisme yang tidak disukai,” kata Yamin. Namun, mengenai HAM, tegas Yamin, Konstitusi RIS dan 1950 adalah satu-satunya segala konstitusi sedunia yang telah berhasil memasukkan HAM seruan Deklarasi Umum HAM dalam konstitusi.

Pancasila Dipertahankan

Di bagian yang membahas isi UUD 1950,yaitu bab mengenai Mukaddimah dan Ajaran Pancasila, Yamin banyak mengemukakan dipertahankannya Pancasila, mulai penyusunan Piagam Jakarta, sampai diberlakukan UUDS 1950. Pancasila sesuai urutan dibuku ini yaitu: 1) Peri-Kerakyatan; 2) Peri-Kemanusiaan; 3) Kerakyatan; 4) Kebangsaan Indonesia (Nationalisme); dan 5) Keadilan Sosial. Urutan sila Pancasila disini berbeda urutannya dengan bukunya”Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia” yaitu: 1) Peri-Ketuhanan; 2) Peri-Kerakyatan; 3) Peri-Kebangsaan; 4) Peri-Keadilan Sosial; dan 5) Peri-Kemanusiaan. Jika memang itu disengaja, maka Yamin menganggap urutan ini tidak penting. Hasan Zaini (1985; 91-92) pernah menyatakan, kalau berpegang pada kepada hukum, maka urutan sila dari Pancasila tidak lain sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Jika rumusannya penting, maka urutannya juga penting.

Selanjutnya di bab VI tentang Perumahan Republik Indonesia, mengulas Republik Indonesia telah cukup syaratnya sebagai negara merdeka. Negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat dikupas lebih jauh disini, serta empat uraian syarat negara dan persengketaan Irian Barat yang berhubungan dengan kurang sempurnanya syarat negara RI di bab VI. Selanjutnya di bab VII, dibahas susunan kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia Pusat, yaitu dimulai pembahasan ajaran trias politica, dan penyusunan UUD 1945 yang terinspirasi ajaran San Min Chui menurut paham Dr. Sun Yat Sen yang membagi kekuasaan berdasarkan kemauan rakyat dan peradaban Tionghoa yang mempengaruhi konstitusi Republik Tiongkok. Atas dasar peradaban Indonesia sendiri itulah, maka pembagian kekuasaan dalam negara baik secara vertikal dan horisontal dan penyusunan organ kekuasaan menyesuaikan peradaban sendiri dan bukan meniru barat.

Penafsiran Yamin atas pasal-pasal banyak muncul di bagian ini mengenai sejarah dan maksud pasal-pasal UUD 1945 dengan kelima alat perlengkapannya, dan dijelaskan juga alat-alat perlengkapan menurut UUDS 1950, disertai perbandingan negara lain. Selanjutnya di bab VIII tentang Pemerintah Daerah dan Daerah Swapraja, dibahas susunan kekuasaan secara demokratis tidak hanya di pusat, akan tetapi juga pusat dan daerah. Sedangkan di bab IX dikemukakan sejarah politik bagimana RI adalah negara peserta dalam hubungan UNI Indonesia-Belanda dan anggota ke-60 dalam PBB.

Buku ini berisi ketentuan Aturan Peralihan dalam bab X. Disini dikemukakan hukum peralihan atau hukum transitoir, yaitu ketentuan yang diatur dalam zaman peralihan, dari berlakunya UUDS 1950 sampai dengan terbentuknya konstitusi tetap terbentuk. Sebagaimana hukum peralihan, maka Yamin banyak mengulas, baik mengenai peraturan maupun lembaga terkait dengan perubahan, demi kepastian hukum. Buku ini ditutup dengan bab mengenai Konstituante, yang membahas tujuan perubahan konstitusi dan sifat sementara UUDS 1950, dan bagaimana keanggotaan Konstituante, tugas dan keberadaannya sebagai Parlemen.

Tan Malaka dan Soekarno berpengaruh besar atas isi buku ini. Sekali lagi, isi buku memberikan tempat penting Piagam Jakarta 22 Juni 1945 yang menentukan arah perputaran sejarah Indonesia, atas Proklamasi maupun ketiga konstitusi yang pernah berlaku. Memang menuju pemerintahan konstitusional sesuai cita-cita rakyat membutuhkan jalan yang panjang dan penuh perjuangan.

Judul : Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia
Pengarang : Mr. Muhammad Yamin
Penerbit : Djambatan
Tahun : Cetakan ke-5, 1954
Jumlah : 244+ xiii

Oleh Miftakhul Huda, Redaktur Majalah Konstitusi

(Dimuat di Majalah Konstitusi MK Edisi Desember 2010)