Sabtu, 09 April 2011

Warisan Pembelaan Hukum Yamin


"Apoligia ini ditulis dalam pendjara jang djauh terpisah dari masjarakat Manusia Merdeka, dalam kesunjian sel jang berwarna putih; siang hari tjahaja kamar kami sangatlah reda dan malam kami menulis pembelaan di bawah tjahaja lilin, sampai habis terbakar menghembuskan sinarnja."


Oleh Miftakhul Huda, Redaktur Majalah Konstitusi

Kondisi diatas inilah gambaran saat Yamin menulis pembelaannya di hadapan Mahkamah Tentara Agung di Jogjakarta. Apologi atau pembelaan ini dibukukan dengan judul ” Saptha Darma (Patriotisme Indonesia)” dengan tebal 248 halaman yang ditulis di dalam penjara, dalam waktu kurang lebih sepuluh hari. Tidak ada buku saat itu sebagai referensi, sehingga bahan penulisan hanya berdasarkan ingatannya sang penulis yang terbatas.

Jika Soekarno, pernah diadili sebagai Ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) atas tuduhan upaya penggulingan kekuasaan Hindia Belanda dengan pledoinya “Indonesia Menggugat” dan Hatta dengan “Indonesia Merdeka”. Buku pembelaan Yamin (dan terdakwa lain) ini juga dituduh melakukan kejahatan merobohkan pemerintahan RI dan memberi bentuk bangunan baru kepada Republik dalam kasus 3 Juli 1946.

Model perjuangan saat itu memang terbelah menghadapi kembalinya Belanda. Kelompok diplomasi dimotori Soekarno, Hatta, Sutan Sjahrir, Amir Syarifuddin dan tokoh yang lain. Sedangkan jalan revolusi mempertahankan kemerdekaan penuh, dilakukan tokoh-tokoh antara lain Tan Malaka, Iwa Kusuma Sumantri, Chairul Saleh, Panglima Besar Jenderal Sudirman. Moh Yamin termasuk dari bagian tokoh, pemuda, laskar dan massa yang menolak jalan diplomasi untuk mempertahankan kedaulatan negara 100 persen. Kelompok ini menganggap kabinet Sjahrir menghasilkan diplomasi yang tidak menguntungkan kedaulatan republik, saat kabinet berkuasa hanya menuntut pengakuan atas Jawa, Sumatera dan Madura.
Selengkapnya tulisan ini dapat didownload pada: Majalah Konstitusi No. 50 Maret 2011, Rubrik "Pustaka Klasik”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar