Kamis, 09 Juni 2011

MK dan Upaya Penguatan Pancasila

Sebanyak delapan pimpinan Negara RI, bertemu di Ruang Sidang Pleno Lantai 2 Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), pada Selasa, 24 Mei lalu. Para tamu yang hadir antara lain adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua MPR Taufik Kiemas, Ketua DPR Marzuki Alie, Ketua DPD Irman Gusman, Ketua MA Harifin Tumpa, Ketua BPK Hadi Poernomo, dan Ketua KY Eman Suparman. Sebagai tuan rumah, hadir Ketua MK Mahfud MD, didampingi Wakil Ketua MK, Achmad Sodiki, dan tujuh hakim konstitusi lainnya.

Sebenarnya, pertemuan konsultasi antarpimpinan lembaga negara tersebut merupakan pertemuan rutin yang digelar setiap tiga bulan guna membahas berbagai masalah nasional. Namun, tema yang dibahas pada saat pertemuan kali itu bukanlah tema biasa. Tema yang diusung dalam pertemuan yang berlangsung selama tiga jam itu adalah “Memantapkan Posisi dan Peran Masing-masing Lembaga Negara dalam Upaya Penguatan Pancasila sebagai Dasar Ideologi Negara.”

Tema tersebut dipilih dilatarbelakangi melemahnya implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, juga karena munculnya tantangan di era keterbukaan dan globalisasi yang memungkinkan masuknya ideologi-ideologi selain Pancasila. Karena itu, dibutuhkan upaya untuk melakukan revitalisasi, internalisasi, dan implementasi dari nilai-nilai yung terkandung dalam Pancasila. Upaya tersebut merupakan tanggung jawab masing-masing lembaga negara di semua cabang-cabang kekuasaan sesuai peran dan posisinya.

Upaya penguatan tersebut dilakukan dengan cara mengusung tiga isu strategis. Pertama, memberikan pemahaman kembali Pancasila sebagai ideologi terbuka yang nilai-nilainya digali dari realitas sosial budaya yang mengakar jauh sebelum negara Indonesia didirikan. Kedua, memulihkan kesadaran seluruh warga negara bahwa Pancasila telah teruji dan terbukti tangguh memberikan tuntunan bagaimana pluralitas bangsa dikompromikan. Ketiga, perlunya gerakan terstruktur, sistematis dan masif yang melibatkan lembaga negara di semua cabang kekuasaan negara untuk merevitalisasi, menginternalisasi, dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila.

Usai pertemuan konsolidasi tersebut, Ketua MK Mahfud MD mengungkapkan bahwa pada era reformasi ini banyak masalah kebangsaan yang mengancam pilar-pilar kekuatan bangsa. Konflik dan kekerasan sosial mudah dipicu oleh perbedaan latar belakang etnisitas, primordialisme, dan agama. Kesantunan dan toleransi yang merupakan karakter bangsa meluntur karena penetrasi pemikiran dan tindakan pragmatik-individualistik. Kondisi tersebut, menurut Mahfud, tidak boleh dibiarkan terus terjadi. “Peminggiran nilai Pancasila merupakan pengingkaran atas realitas dan karakter orisinal bangsa,” ujarnya.

Dengan berbagai alasan itu, menurut Mahfud, Pancasila harus ditegakkan menjadi ideologi dan inspirasi untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Tujuannya adalah untuk membina kerukunan dan menjauhkan perilaku mendahulukan kepentingan kelompok atau golongan.

Dalam pertemuan tersebut, kedelapan pimpinan lembaga tinggi negara menyepakati rencana Aksi Nasional Sosialisasi dan Penguatan Nilai-Nilai Pancasila secara formal, yakni dengan mengimplementasikannya melalui pendidikan Pancasila dan Konstitusi. Semua lembaga negara berkomitmen secara aktif mengambil tanggung jawab menguatkan Pancasila sebagai ideologi negara sesuai peran, posisi, dan kewenangannya.

Pancasila merupakan lima prinsip dasar untuk mewujudkan empat tujuan bernegara. Lima prinsip dasar tersebut meliputi prinsip (i) Ketuhanan Yang Maha Esa; (ii) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; (iii) Persatuan Indonesia; (iv) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan; dan (v) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Sedangkan keempat tujuan bernegara, yaitu: (i) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (ii) meningkatkan kesejahteraan umum; (ii) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (iv) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian yang abadi, dan keadilan sosial.

Semasa Orde Baru, pelaksanaan Pancasila lebih menunjukkan ideologi tertutup. Berdasarkan pemikiran di atas, apabila Pancasila sebagai dasar ideologi negara hendak dikuatkan kembali, maka upaya tersebut harus dilakukan dengan cara mengembalikannya sebagai ideologi terbuka. Dengan demikian, Pancasila tidak dijadikan sebagai alat untuk mengekang kebebasan dan melegitimasi kekuasaan.

Mahkamah Konstitusi dengan kewenangan besar yang dimiliki, sangat diharapkan berperan besar dalam membawa perubahan dan tentu kesempatan ini tidak disia-siakan. Disamping lembaga ini dapat menerjemahkan lima prinsip dalam Pancasila, juga memiliki andil keempat tujuan berbangsa dan bernegara dapat tercapai dalam putusan. Tidak hanya melalui putusan-putusannya, Mahkamah Konstitusi dalam berbagai kegiatannya berupaya melakukan sosialisasi menanamkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, sehingga bangsa dan negara ini dalam menjalankan kehidupan tidak kehilangan arah dan tujuan. ***

Sumber: Editorial Majalah Konstitusi Edisi Khusus Pancasila, No. 52-Mei 2011, hlm. 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar