Tampaknya harapan masyarakat terhadap Mahkamah
Konstitusi (MK) sebagai lembaga pembaharu hukum tidaklah keliru. Sekalipun
dalam kesehariannya MK seolah-olah hanya mengerjakan pekerjaan rutin, namun
sebenarnya putusan-putusan MK acap menawarkan berbagai terobosan. Contohnya dapat
kita cermati dari putusan MK atas perkara No. 191/PHPU.D-VIII/2010, mengenai
Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Daerah (PHPUD) Kabupaten Konawe Utara, yang
dibacakan 16 Maret lalu.
Pada akhirnya putusan MK tersebut memang
tidak meralat kemenangan pasangan kontestan No. Urut 1, Aswad-Ruksamin. Namun,
kita patut menghargai proses demokrasi yang diperlihatkan MK dengan
mengedepankan asas audi et alteram partem, yakni bahwa semua pihak harus
didengar keterangannya di muka sidang. Dalam konteks ini, prinsip tersebut
diterapkan untuk memberi kesempatan kepada pihak yang merasa keberatan atas
hasil putusan pemungutan suara ulang, sehingga MK membuka kembali persidangan
dengan acara pembuktian.
Kasusnya sendiri mulai menggelinding ke MK
pada awal November tahun lalu. Ketika itu, sebanyak enam pasangan peserta
Pemilu Kada Kabupaten Konawe Utara merasa keberatan atas keputusan Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten, yang memenangkan pasangan Aswad-Ruksamin.
Keenam pasangan calon tersebut adalah Abdul Hamid Basir–Tamrin Pawani, Mustari
Muhammad–Nur Sinapoy, Apoda–Kahar, Herry Asiku–Andi Beddu, Hery Hermansyah
Silondae–Andi Syamsul Bahri, serta Slamet Riadi–Rudin Lahadi.
Mereka memohon agar MK membatalkan keputusan
KPU Kabupaten tertanggal 14 Oktober 2010 yang memenangkan pasangan nomor urut 1
tersebut. Para pemohon berdalil, pasangan Aswad-Rujsamin, telah melakukan
pelanggaran administratif maupun pidana Pemilu. Mereka menuding pelanggaran
tersebut terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Pada 18 November 2010, MK mengeluarkan
putusan sela. Isinya memerintahkan KPU Kabupaten untuk menggelar pemungutan
suara ulang di 15 Tempat Pemungutan Suara (TPS), yang berada di 11
desa/kelurahan. Perintah tersebut terlaksana pada 25 Januari 2011. KPU
Kabupaten Konawe Utara menyatakan, pasangan kandidat Aswad-Ruksamin unggul
telak dengan perolehan 2.327 suara atau sebesar 50,6% dari total suara.
Laporan itu disampaikan Ketua KPU Kabupaten
dalam sidang yang mengagendakan pembacaan hasil pemungutan suara ulang di
Kabupaten Konawe Utara, pada 10 Februari lalu. Namun, sebelum sidang itu
digelar, pasangan Sudiro-Halna (Terkait 2), mengajukan keberatan atas keputusan
KPU Kabupaten tersebut, yang didaftarkan kepada Panitera MK pada 2 Februari
2011. Pasangan tersebut berdalil, pada pemungutan suara ulang itu terjadi
pelanggaran yang sangat luar biasa dan jauh lebih dahsyat dibandingkan pada
saat Pemilu sebelumnya.
Dalam sidang yang mengagendakan mendengarkan
laporan Termohon, pada 10 Februari, terungkap bahwa setelah proses pemungutan
suara ulang, Panitia Pengawas Pemilu Kepala Daerah (Panwaslukada) mendapat 22
laporan pelanggaran pidana dari masyarakat terkait politik uang. Panwaslukada
menindaklanjuti dengan melakukan klarifikasi, dan meneruskan laporan tersebut
ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Dengan adanya keberatan dari pasangan
Sudiro-Halna, Ketua Panel Hakim Achmad Sodiki kemudian menyatakan akan
meneruskan perkara tersebut kepada Pleno Rapat Permusyawaratan Hakim, untuk
memutuskan apakah perkara tersebut akan dilanjutkan atau tidak. Pleno Rapat
Permusyawaratan Hakim lalu memutuskan untuk menindaklanjuti keberatan tersebut.
Maka, pada 25 Februari lalu, MK kembali
menggelar sidang dengan acara pembuktian sebagai tanggapan atas perkembangan
pasca putusan sela. Pada saat itu, Deny Kailimang, kuasa hukum Terkait II,
meminta klarifikasi apakah keberatan yang diajukan kepada Panitera MK
dikualifikasikan sebagai permohonan baru. Ia juga sekaligus mempertanyakan legal
standing para pihak.
Hakim Anggota Ahmad Fadlil Sumadi kemudian
menjawab agar tidak terjebak pada formalitas. Ia kembali menekankan substansi
persidangan tersebut, yakni merespon keberatan atas penyelenggaraan pemungutan
suara ulang berdasarkan Putusan Mahkamah.
Hakim anggota Harjono kemudian menambahkan
bahwa posisi legal standing selalu diidentikkan dengan posisi Pemohon. Padahal,
menurut dia, pemangku kepentingan (stakeholders) dalam kasus tersebut
sejak awal sudah memiliki legal standing. Ia menjelaskah bahwa
sebetulnya sengketa tersebut adalah masalah antara penyelenggara dan Pemohon,
tapi kemudian ada Terkait I dan Terkait II. Dipanggilnya pihak-pihak Terkait
oleh Mahkamah, menurut Harjono, adalah demi memenuhi prinsip audi et alterampartem. Dengan demikian, para pihak diberi hak untuk didengar keterangannya
di muka sidang.
Sidang tersebut dilanjutkan kembali pada 4
Maret lalu dengan agenda pembuktian. Persidangan lanjutan tersebut digelar
sebayak dua kali. Demi menjamin asas kepastian hukum yang adil, pada 16 Maret,
MK menjatuhkan putusan akhir atas perkara tersebut. Dalam amarnya, majelis
pleno yang dipimpin Ketua Moh. Mahfud MD menetapkan perolehan suara dalam
pemungutan suara ulang Pemilukada Kabupaten Konawe Utara untuk kemenangan Pasangan
Calon Nomor Urut 1, Aswad Sulaeman dan Ruksamin. Putusan itu diambil atas
pertimbangan, bukti-bukti yang diajukan oleh pasangan Sudiro-Halna untuk
mendukung dalil-dalilnya mengenai pelanggaran Pemilukada yang terstruktur,
sistematis, dan masif dalam proses pemungutan suara ulang, tidak cukup
meyakinkan.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar