Sabtu, 09 April 2011

Audi et Alteram Partem


Tampaknya harapan masyarakat terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga pembaharu hukum tidaklah keliru. Sekalipun dalam kesehariannya MK seolah-olah hanya mengerjakan pekerjaan rutin, namun sebenarnya putusan-putusan MK acap menawarkan berbagai terobosan. Contohnya dapat kita cermati dari putusan MK atas perkara No. 191/PHPU.D-VIII/2010, mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Daerah (PHPUD) Kabupaten Konawe Utara, yang dibacakan 16 Maret lalu.

Pada akhirnya putusan MK tersebut memang tidak meralat kemenangan pasangan kontestan No. Urut 1, Aswad-Ruksamin. Namun, kita patut menghargai proses demokrasi yang diperlihatkan MK dengan mengedepankan asas audi et alteram partem, yakni bahwa semua pihak harus didengar keterangannya di muka sidang. Dalam konteks ini, prinsip tersebut diterapkan untuk memberi kesempatan kepada pihak yang merasa keberatan atas hasil putusan pemungutan suara ulang, sehingga MK membuka kembali persidangan dengan acara pembuktian.

Kasusnya sendiri mulai menggelinding ke MK pada awal November tahun lalu. Ketika itu, sebanyak enam pasangan peserta Pemilu Kada Kabupaten Konawe Utara merasa keberatan atas keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten, yang memenangkan pasangan Aswad-Ruksamin. Keenam pasangan calon tersebut adalah Abdul Hamid Basir–Tamrin Pawani, Mustari Muhammad–Nur Sinapoy, Apoda–Kahar, Herry Asiku–Andi Beddu, Hery Hermansyah Silondae–Andi Syamsul Bahri, serta Slamet Riadi–Rudin Lahadi.

Mereka memohon agar MK membatalkan keputusan KPU Kabupaten tertanggal 14 Oktober 2010 yang memenangkan pasangan nomor urut 1 tersebut. Para pemohon berdalil, pasangan Aswad-Rujsamin, telah melakukan pelanggaran administratif maupun pidana Pemilu. Mereka menuding pelanggaran tersebut terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif.

Pada 18 November 2010, MK mengeluarkan putusan sela. Isinya memerintahkan KPU Kabupaten untuk menggelar pemungutan suara ulang di 15 Tempat Pemungutan Suara (TPS), yang berada di 11 desa/kelurahan. Perintah tersebut terlaksana pada 25 Januari 2011. KPU Kabupaten Konawe Utara menyatakan, pasangan kandidat Aswad-Ruksamin unggul telak dengan perolehan 2.327 suara atau sebesar 50,6% dari total suara.

Laporan itu disampaikan Ketua KPU Kabupaten dalam sidang yang mengagendakan pembacaan hasil pemungutan suara ulang di Kabupaten Konawe Utara, pada 10 Februari lalu. Namun, sebelum sidang itu digelar, pasangan Sudiro-Halna (Terkait 2), mengajukan keberatan atas keputusan KPU Kabupaten tersebut, yang didaftarkan kepada Panitera MK pada 2 Februari 2011. Pasangan tersebut berdalil, pada pemungutan suara ulang itu terjadi pelanggaran yang sangat luar biasa dan jauh lebih dahsyat dibandingkan pada saat Pemilu sebelumnya.

Dalam sidang yang mengagendakan mendengarkan laporan Termohon, pada 10 Februari, terungkap bahwa setelah proses pemungutan suara ulang, Panitia Pengawas Pemilu Kepala Daerah (Panwaslukada) mendapat 22 laporan pelanggaran pidana dari masyarakat terkait politik uang. Panwaslukada menindaklanjuti dengan melakukan klarifikasi, dan meneruskan laporan tersebut ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).

Dengan adanya keberatan dari pasangan Sudiro-Halna, Ketua Panel Hakim Achmad Sodiki kemudian menyatakan akan meneruskan perkara tersebut kepada Pleno Rapat Permusyawaratan Hakim, untuk memutuskan apakah perkara tersebut akan dilanjutkan atau tidak. Pleno Rapat Permusyawaratan Hakim lalu memutuskan untuk menindaklanjuti keberatan tersebut.

Maka, pada 25 Februari lalu, MK kembali menggelar sidang dengan acara pembuktian sebagai tanggapan atas perkembangan pasca putusan sela. Pada saat itu, Deny Kailimang, kuasa hukum Terkait II, meminta klarifikasi apakah keberatan yang diajukan kepada Panitera MK dikualifikasikan sebagai permohonan baru. Ia juga sekaligus mempertanyakan legal standing para pihak.

Hakim Anggota Ahmad Fadlil Sumadi kemudian menjawab agar tidak terjebak pada formalitas. Ia kembali menekankan substansi persidangan tersebut, yakni merespon keberatan atas penyelenggaraan pemungutan suara ulang berdasarkan Putusan Mahkamah.

Hakim anggota Harjono kemudian menambahkan bahwa posisi legal standing selalu diidentikkan dengan posisi Pemohon. Padahal, menurut dia, pemangku kepentingan (stakeholders) dalam kasus tersebut sejak awal sudah memiliki legal standing. Ia menjelaskah bahwa sebetulnya sengketa tersebut adalah masalah antara penyelenggara dan Pemohon, tapi kemudian ada Terkait I dan Terkait II. Dipanggilnya pihak-pihak Terkait oleh Mahkamah, menurut Harjono, adalah demi memenuhi prinsip audi et alterampartem. Dengan demikian, para pihak diberi hak untuk didengar keterangannya di muka sidang.

Sidang tersebut dilanjutkan kembali pada 4 Maret lalu dengan agenda pembuktian. Persidangan lanjutan tersebut digelar sebayak dua kali. Demi menjamin asas kepastian hukum yang adil, pada 16 Maret, MK menjatuhkan putusan akhir atas perkara tersebut. Dalam amarnya, majelis pleno yang dipimpin Ketua Moh. Mahfud MD menetapkan perolehan suara dalam pemungutan suara ulang Pemilukada Kabupaten Konawe Utara untuk kemenangan Pasangan Calon Nomor Urut 1, Aswad Sulaeman dan Ruksamin. Putusan itu diambil atas pertimbangan, bukti-bukti yang diajukan oleh pasangan Sudiro-Halna untuk mendukung dalil-dalilnya mengenai pelanggaran Pemilukada yang terstruktur, sistematis, dan masif dalam proses pemungutan suara ulang, tidak cukup meyakinkan.***

Sumber: Editorial Majalah Konstitusi Edisi No.50-Maret 2011/ Foto: ulah-go.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar