Minggu, 10 Juli 2011

Keadilan Masyarakat Sumber Nilai Konsitusi Tertinggi


Setelah ditunggu sekian lama, akhirnya Mahkamah Konstitusi memutus perkara uji materi Pasal 34 Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasal 34 tersebut berbunyi, ”Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.”

Sebenarnya, sebagaimana disebutkan dalam putusan Mahkamah, ketentuan Pasal 34 UU KPK tersebut sudah sangat jelas dan tegas menyebutkan masa jabatan Pimpinan KPK adalah empat tahun. Ketentuan tersebut juga tidak menimbulkan masalah konstitusional hingga DPR dan Presiden memberi penafsiran lain.

Ketika Busyro Muqoddas terpilih menggantikan Antasari Azhar sebagai Pimpinan KPK pada akhir 2010 lalu, DPR dan Presiden menafsirkan bahwa ketentuan Pasal 34 UU KPK tersebut tidak berlaku untuk semua anggota Pimpinan KPK. Pimpinan yang menggantikan anggota pimpinan yang berhenti di tengah masa jabatan, hanya melanjutkan sisa masa jabatan anggota yang digantikannya. Sedangkan Pemohon menafsirkan masa jabatan anggota pengganti adalah empat tahun.

Dalam rangka implementasi undang-undang, sebenarnya Presiden dan DPR dapat saja menafsirkan suatu ketentuan undang-undang. Namun, apabila penafsiran itu mengakibatkan terancamnya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak konstitusional warga negara, sebagai pengawal konstitusi, Mahkamah pun berwenang menilai konstitusionalitas penafsiran tersebut.

Perbedaan penafsiran tersebut, menurut Mahkamah, menimbulkan persoalan konstitusional. Apabila Mahkamah tidak memberi kepastian penafsiran masa jabatan anggota Pimpinan KPK pengganti, persoalan tersebut akan memunculkan perdebatan di masa mendatang. Padahal, hal itu justru bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang adil yang dijamin oleh konstitusi.

Pasal 33 ayat (2) UU KPK mengatur, mekanisme pemilihan anggota pengganti Pimpinan KPK yang berhenti dalam masa jabatan dilakukan sama dengan mekanisme pemilihan dan pengangkatan anggota pimpinan yang diangkat secara bersamaan pada awal periode. Proses seleksi tersebut perlu dilakukan secara ketat dan panjang mengingat begitu pentingnya jabatan Pimpinan KPK, terutama apabila dikaitkan dengan urgensi agenda pemberantasan korupsi di Indonesia.

Dengan proses seleksi serupa itu, menurut Mahkamah, dilihat dari asas keadilan dalam pelaksanaan pemerintahan yaitu keadilan bagi masyarakat, pengangkatan anggota pengganti yang menduduki masa jabatan sisa satu tahun dirasakan tidak adil bagi masyarakat. Sebab, negara harus mengeluarkan biaya yang sangat besar dan menghabiskan waktu yang cukup panjang hanya untuk memilih seorang anggota pengganti, padahal masa jabatannya hanya satu tahun.

Bagi Mahkamah, keadilan masyarakat adalah sumber nilai konstitusi tertinggi yang harus menjadi dasar penilaian Mahkamah, karena keadilan konstitusi tidak lain dari keadilan bagi konstituen, yaitu keadilan bagi rakyat yang membentuk dan menyepakati konstitusi. Keadilan masyarakat, menurut Mahkamah, sangat penting dalam menegakkan prinsip-prinsip konstitusi untuk menghindari penyelenggaraan negara yang bersifat elitis dan melanggar prinsip-prinsip demokrasi yang dianut oleh UUD 1945, khususnya demokrasi partisipatoris.

Penafsiran DPR dan Presiden, juga dinilai Mahkamah, melanggar prinsip perlakuan yang sama terhadap setiap warga negara di hadapan hukum dan pemerintahan.Selain itu, jika anggota pengganti hanya menduduki masa jabatan sisa dari yang digantikannya, hal itu melanggar prinsip kemanfaatan yang menjadi tujuan hukum.

UU KPK menegaskan bahwa Pimpinan KPK pengganti dipilih melalui proses seleksi yang baru dan tidak ditentukan bahwa pimpinan pengganti hanya melanjutkan sisa masa jabatan pimpinan yang digantikannya. Menurut Mahkamah, hal itu menunjukkan bahwa masa jabatan Pimpinan KPK pengganti tidak dapat ditafsirkan sama dengan penggantian antarwaktu bagi anggota DPR dan DPD.

Dengan demikian, menurut Mahkamah, masa jabatan pimpinan KPK yang ditentukan dalam Pasal 34 UU KPK tidak dapat ditafsirkan lain, kecuali empat tahun, baik bagi pimpinan yang diangkat secara bersamaan sejak awal maupun bagi pimpinan pengganti. Mempersempit makna Pasal 34 UU KPK dengan tidak memberlakukan bagi Pimpinan KPK pengganti untuk menjabat selama empat tahun adalah melanggar prinsip kepastian hukum yang dijamin konstitusi.

Putusan Mahkamah tidak saja menilai konstitusionalitas penafsiran undang-undang, melainkan menyatakan putusan tersebut berlaku surut (retroaktif). Putusan tersebut sekali lagi membuktikan peran Mahkamah sebagai pengawal konstitusi, karena putusan tersebut dapat mencegah perdebatan di masa mendatang maupun masalah konstitusional.

Putusan tersebut juga menegaskan bahwa Mahkamah tidak hanya terpaku membaca dan memahami teks konstitusi, melainkan menggali dan menemukan nilai dan dasar-dasar filosofis yang terkandung dalam konstitusi untuk memutuskan setiap persoalan yang dihadapkan ke Mahkamah. ***

Sumber: Editorial Majalah Konstitusi Edisi No.53-Juni 2011/ Foto: matanews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar