Mahkamah Konstitusi (MK) dalam rangka ulang tahun ke-8,
menyelenggarakan acara Simposium Internasional bertema Negara Demokrasi
Konstitusional (Constitutional Democratic State), pada 11-13 Juli lalu
di Hotel Shangri-La, Jakarta. Tema yang diambil dilatarbelakangi keinginan
untuk mengetahui secara komprehensif perkembangan praktik di berbagai negara
dalam mengimplementasikan dan memperkuat penerapan nilai-nilai demokrasi dan
nomokrasi di masing-masing negara.
Ada tiga subtema dari tema besar ini, yaitu Peran MK atau
Institusi Sejenis dalam Menguatkan Prinsip-Prinsip Demokrasi, Demokratisasi
dalam Proses Pembentukan Undang-Undang, dan Mekanisme Checks and Balances Antarcabang
Kekuasaan Negara.
Saat ini, kelemahan demokrasi dilengkapi dengan nomokrasi sebagai
pilihan terbaik. Di dalam sambutannya, Sekretaris Jenderal MK, Janedjri M.
Gaffar menyebutkan, Simposium Internasional diselenggarakan berdasarkan
kenyataan demokrasi sebagai sebuah kebutuhan mutlak. “Demokrasi dipercaya
sebagai sistem negara yang mampu mentransformasikan aspirasi dan kepentingan
masyarakat untuk mewujudkan tujuan negara,” ujarnya.
Demokrasi harus dilaksanakan berdasarkan konstitusi, sebagai
kesepakatan bersama seluruh masyarakat, yang lahir dari proses demokratis dan
memainkan peran dalam mewujudkan dan mengarahkan demokrasi.
Penerapan prinsip-prinsip demokrasi konstitusional tersebut,
lanjut Janedri, sebuah bangsa dan negara menempuh pengalaman dan praktik yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, berbagi informasi tentang pengalaman dan praktik
demokrasi konstitusional, menurut dia, selain diperlukan, juga bermanfaat bagi
setiap bangsa untuk belajar dari kelebihan dan kelemahan negara lain: agar
kekuasaan kehakiman berperan optimal dalam menguatkan prinsip-prinsip demokrasi
konstitusional, memastikan demokratisasi proses legislasi dan membangun tatanan
lembaga-lembaga negara berjalan berdasarkan prinsip checks and balances.
Independensi Peradilan
Dalam pembukaan simposium yang berlangsung di Istana Negara, 11
Juli lalu itu, Ketua MK, Moh. Mahfud MD menyatakan komitmen MK untuk tetap
menegakkan prinsip independensinya, sehingga tidak ada satu pihak pun yang bisa
mengintervensi lembaga tersebut dalam mengambil keputusan. Presiden sekalipun,
menurut dia, sama sekali tidak boleh melakukan intervensi, sekalipun sejumlah
perkara lembaga tersebut terkait dengan kepentingan kepala negara. ”Prinsip
independensi MK mari sama-sama kita jaga, apa pun alasannya,” ujar Mahfud.
Untuk menegakkan independensi tersebut, yang perlu dilakukan
menyeleksi hakim konstitusi yang memiliki integritas tinggi, ada pengawasan
yang efektif, serta pelaksanaan prosedur yang sesuai aturan yang akuntabel dan
terbuka. Upaya untuk menegakkan independensi tersebut, menurut Mahfud, bukan
karena ada tuntutan dari masyarakat semata, tetapi syarat negara hukum dan
demokrasi. Ia memberi alasan, pengawasan menjadi kebutuhan yang alamiah dan
substansif bagi hakim MK agar terhindar dari perilaku melenceng, dapat
menegakkan martabat hakim, serta menciptakan keberpihakan pada hukum dan
keadilan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri menyatakan komitmennya
mendorong MK sebagai lembaga kekuasaan kehakiman yang independen. Ia menyatakan
keinginannya untuk selalu memberi teladan bagi lembaga tersebut. Kepala Negara
mengatakan akan selalu menghormati dan melaksanakan setiap keputusan yang
dikeluarkan oleh MK sebagai bagian dari penegakan aturan dan supremasi hukum.
“Saya dorong MK tampil sebagai lembaga kekuasaan kehakiman yang independen,”
ujarnya dalam pembukaan Simposium Internasional itu.
Di sisi lain, Presiden menyatakan kebanggaannya Indonesia telah
dijadikan contoh oleh sejumlah negara yang pemerintahannya sedang melakukan
transisi menuju negara demokrasi. Dengan capaian dan tantangan proses demokrasi
yang sekarang dijalankan, menurut Kepala Negara RI tersebut, Indonesia terus
menyimak dengan seksama perkembangan yang terjadi di negara lain, terutama di
kawasan Afrika Utara dan Timur Tengah. “Kami merasa terhormat ketika disebut
dalam berbagai kesempatan, sebagai model negara yang dapat dicontoh dalam
transisi menuju demokrasi,” tutur Presiden.
Penerapan nilai demokrasi tersebut di Indonesia, menurut Presiden,
terus menunjukkan kemajuan yang sangat cepat, sehingga Indonesia telah tampil
menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, setelah Amerika Serikat dan
India. Presiden kemudian menyebutkan beberapa indikasi menunjukkan itu.
Demokrasi Selalu Tumbuh
Praktik demokrasi di tiap negara memang memiliki corak
berbeda-beda karena berbagai faktor sejarah masing-masing negara. Selain itu,
demokrasi dianggap sistem yang paling tahan uji. Namun, demokrasi mampu
bertahan dan tahan uji, kata Francis Fukuyama sebagaimana dalam Kemenangan
Kapitalisme dan Demokrasi Liberal (2001) karena dalam demokrasi bisa
menjawab pengakuan individu. Inti demokrasi adalah pengakuan.
Namun, Antony Giddens dalam bukunya Beyond Left and Right (1994)
menyatakan kemenangan demokrasi (liberal) dan sebagai kehancuran dan keruntuhan
Uni Sovyet, adalah karena ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi berbagai
persoalan yang terjadi dalam masyarakat modern. Jadi tantangan yang dihadapi
semua negara demokrasi konstitusional sekarang adalah untuk mau belajar atas
kelemahan praktik-praktik yang terjadi, jika ingin bertahan terhadap keruntuhan
sebuah negara.
Simposium yang berlangsung selama tiga hari itu dibagi ke dalam
tiga panel membahas praktik-praktik demokrasi di 23 negara. Pembagian ini
berdasarkan tantangan nyata akan praktik negara demokrasi konstitusional. Pertama,
kekuasaan kehakiman yang memiliki kewenangan mengawal dan menjaga
konstitusi dapat berperan lebih optimal dalam menguatkan penerapan
prinsip-prinsip demokrasi konstitusional. Selanjutnya, memastikan proses
legislasi berlangsung secara demokratis, baik proses dan hasil yang akan
dicapai. Tidak hanya prosedur, tetapi substansi dan cita-cita konstitusi harus
mengalir dan menjadi jiwa undang-undang. Kemudian tantangan berikutnya adalah
membangun tatanan dan hubungan lembaga-lembaga negara melalui penerapan
mekanisme checks and balances untuk menguatkan prinsip-prinsip demokrasi
dan nomokrasi.
Dari diskusi dapat ditarik benang merah terkait tema-tema
demokratisasi legislasi, mekanisme checks and balances dan peran MK
mengawal prinsip-prinsip demokrasi. Semua ini dalam rangka saling belajar dan
menimba pengalaman masing-masing negara yang dapat dimanfaatkan untuk semakin
memperkokoh sistem demokrasi itu sendiri agar berjalan sesuai rambu-rambu hukum
dan konstitusi. Tanpa melalukan evaluasi atas kelemahan dirinya sendiri, maka
demokrasi tidak hanya akan tumbuh, akan tetapi kita akan kembali ke belakang
menjadi negara yang otoriter dan anti demokrasi. (Rita Triana/ Miftakhul Huda)
(Tulisan pengantar untuk Edisi Khusus Simposium Internasional Majalah Konstitusi No. 54-Juli 2011/ Foto: Humas MK. Prosiding simposium dapat didownload pada: www.mahkamahkonstitusi.go.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar