Pada pengumuman tahap kedua seleksi calon anggota KPU dan
Bawaslu, 6 Februari lalu, saya menunggu pemberitaan di media online apakah nama
saya lolos atau tidak dari 61 orang.
Ketika nama saya kupastikan tidak muncul, saya ingin menelusuri
siapa nama-nama yang lolos tersebut. Nama yang pertama kali kuingat adalah Luky
Djani, nama yang tidak asing bagiku, terutama terkait pemberitaan bersangkutan dalam pemberantasan korupsi. Memang yang bersangkutan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Kandidat Doktor di Murdoch University dan sempat berkenalan saat pendaftaran dan sering bertemu saat test tertulis dan tes kesehatan. Beliau memang layak
menjadi anggota Bawaslu, termasuk Refly Harun, nama yang sudah tidak asing di
dunia kepemiluan.
Karena penasaran dengan nama-nama lain yang masih asing, saya memanfaatkan google mencari tahu siapa sih mereka, sekitar 5 menit, dan memang kebanyakan dari 18 orang dari nama-nama yang lolos untuk masuk tahapan wawancara dengan Timsel KPU-Bawaslu untuk dipilih 10 orang, rata-rata mereka Ketua/ anggota KPU/ Panwaslu di berbagai daerah. Sehingga saya merasa lega ketidaklolosan
ini, karena mereka setidaknya lebih berpengalaman. Saat saya test tertulis kurang
persiapan, sehingga hasil test bisa tidak memuaskan, sehingga kegagalan ini semakin mendorong saya lebih banyak belajar. Mengenai pengalaman, saya rasa mereka cukup mumpuni, tetapi
soal integritas dan kompetensinya, memang hanya orang-orang yang bersinggungan dengan nama-nama yang lolos tersebut yang
tahu.
Karena ingin mengetahui beberapa nama teman lama, apakah lolos atau tidak pada tahapan kedua untuk calon anggota KPU, saya justru akhirnya tertarik melihat nama-nama anggota KPU dan
Bawaslu yang masih menjabat saat ini, misalkan Wahidah Suaib, Bambang Eka
Cahya Widodo, Nur Hidayat Sardini, Agustiani Sitorus, I Gusti Putu Artha dan nama-nama yang lain. Ternyata mereka tidak satupun yang lolos. Dengan ketidaklolosan nama-nama tersebut, terlepas dari soal kinerja mereka dianggap gagal atau yang lain selama ini, justru saya berpikir dan timbul keraguan apakah Timsel KPU-Bawaslu independen dalam meloloskan dan menyingkirkan nama-nama tertentu?
Karena yang kutahu, DPR dan beberapa parpol sejak awal tidak setuju dengan orang-orang lama tersebut, karena dianggap penyelenggaraan pemilu mengalami berbagai persoalan, terutama kinerja KPU. Lantas apakah Timsel KPU-Bawaslu bisa diintervensi? Jika bisa diintervensi, bukankah mereka sudah tidak independen lagi? Karena lagi-lagi berdasarkan penilaian objektif, mustahil tak satupun nama-nama yang berpengalaman tersebut tidak lolos semua, jika tidak karena "yang lama harus dicoret". Kenapa pencoretan tersebut tidak dilakukan saat di DPR saja? Bukankah ranah DPR sebagai lembaga politik yang menolaknya dan sedangkan Timsel KPU-Bawaslu mustinya berdasarkan kriteria yang lebih masuk akal (termasuk integritas)? Karena jika pertimbangan politis yang bermain, kenapa tidak sejak awal diserahkan saja ke DPR? Selama ini berbagai pihak meyakinkan saya bahwa Timsel KPU-Bawaslu tidak bisa independen (seperti yang lalu-lalu) dan saya justru meyakinkan mereka semua akan independensinya. Wallahu A'lam.
Sumber foto: m.sindonews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar