Minggu, 07 Maret 2010

Hukum Tata Negara Masa Transisi

Oleh Miftakhul Huda

Buku “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Republik Indonesia” (1955) ini terbagi dalam sepuluh bab. Bab pertama berisi pokok penyelidikan buku ini, yakni hukum tata negara positif berdasarkan UUD Sementara 1950, definisi norma hukum dan pembagiannya, sumber hukum negara, dan tentang interpretasi. Norma-norma hukum yang mengatur bentuk negara, organisasi pemerintahannya, susunan dan hak kewajiban organ-organ pemerintahan diuraikan disini. Selain hukum nasional, berlaku juga sumber hukum Internasional. UUD atau konstitusi sebagai: “Undang2 jang Tertinggi dalam Negara, jang memuat dasar2 seluruh sistem Hukum dalam Negara itu.” mendapatkan tempat khusus dan dibedakan dengan UU dan traktat.

Menyangkut hak uji UU oleh hakim, menurut Wolhoff kekuasaan per-UU-an biasa tidak berhak merubah UUD, dan ketentuan “UU tak dapat diganggu gugat” tidak dimaksudkan melepaskan diri dari penyesuaian UU biasa dengan UUD, baik materiil maupun formil. Terkait kedudukan traktat terhadap UU dan UUD, pertanyataan dia yang menggelitik yaitu jika traktat disamakan UU, maka traktat dapat merubah UU yang berlaku sebelumya, tetapi sebuah UU tidak dapat merubah traktat, karena traktat dapat dirubah hanya oleh organ-organ nasional secara berfihak satu (eenzijdig) saja(hlm. 19-20).

Dia menganggap konsepsi ideal penetap UUD adalah rakyat melalui pemilu yang memilih konstituante yang bertugas hanya menetapkan konstitusi atas nama rakyat. Namun diakuinya, konsepsi ideal ini jauh dari kenyataan, sebagaimana terjadi dalam konstitusi Amerika dan Prancis serta negara monarki dan republik lain. Konstitusi umumnya lahir karena revolusi dan ditetapkan Panitia-Panitia Darurat dan DPR yang hanya mewakili elit kecil dan tidak dimaksudkan sebagai konstituante meskipun konstitusinya telah ditetapkan cara penetapan/ perubahan konstitusi. Hukum Transitoir (peralihan) yang penting pengaturannya apabila terjadi perubahan konstitusi yang merubah dan menghapus lembaga dan peraturan juga bisa dibaca disini. Buku ini juga mengungkap sejarah ide konstitusi, sifat sementara UUD Sementara yang menyelidiki ketentuan konstituante, organ pengubah dan prosedur perubahan konstitusi sementara, dan peralihan dari hukum lama ke hukum baru.

Bab III tentang “Sejarah Pembinaan Negara” cukup panjang membawa pembaca kepada sejarah Indonesia yang melahirkan lembaga-lembaga dalam negara. Baginya pemecahan soal ketatanegaraan tidak dapat dilakukan jika tidak mengenal lembaga lama sehingga bagian ini mendapatkan perhatiannya. Bagian ini menguraikan persekutuan-persekutuan adat asli Indonesia sampai lahirnya negara Indonesia dan ditetapkan konstitusi oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan. Wolhoff sebut sejak 19 Agustus 1945 sebagai berlaku UUD Proklamasi yang berbeda dengan ahli lain. UUD pertama ini tidak ditetapkan konstituante yang dipilih seluruh rakyat Indonesia, namun sebuah panitia bentukan Jepang dengan isi “darurat” dan singkat.

Soal kekuasaan Mahkamah Agung (MA), menurutnya karena UUD Proklamasi tidak melarang hakim menguji UU, maka UU yang melarang hakim tidak dapat dipertahankan lagi dan karena itu konstitusi membuka kemungkinan MA—sebagai hakim kasasi—berkembang menjadi “interpreter of the constitution” seperti Supreme Court di USA. Gambaran penyusunan pemerintahan pusat (sentral) saat berlakunya Aturan Peralihan UUD Proklamasi dan bagaimana kontitusi yang berlaku di bekas Hindia Belanda diturunkan derajatnya menjadi konstitusi negara bagian dikemukakan disini. Selanjutnya di bab IV, bentuk negara kesatuan dan sistem pemerintahan yang bersifat kerakyatan dibahas dengan bagus dan menarik. “Wilayah Negara” dan soal warga negara sebagai unsur pokok negara juga dikemukakan di bagian ini, misalkan bagaimana status Irian Barat baik de facto maupun de jure dan lain sebagainya.

Hak dan Kewajiban Asasi cukup panjang lebar dibahas di Bab VII sebagaimana UUD Sementara mengatur dalam Pasal 7-43. Sejarah HAM, konsepsi Individualisme- Liberalisme dan Kollektivisme, dan HAM menurut UUD Proklamasi dan UUD Sementara yang cukup panjang menurut penulis merupakan bagian buku yang paling penting, karena UUD Sementara ini dan Konstitusi RIS adalah satu-satunya konstitusi yang berhasil memasukkan hak asasi seperti putusan United Nations Organization (UNO) ke dalam piagam konstitusi. Yamin dalam Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia (1951) menyebut “Negara-negara lain sedunia masih menanti-nanti, apabilakah akan berhasil berbuat seperti negara Indonesia yang muda-remaja.” Yamin anggap hak asasi dalam UUD 1945 ini ditulis tidak pada ketika rakyat mencapai kemenangan, melainkan ketika pergolakan akan dimulai.

Sistem Pemerintahan Sentral dalam Bab VIII, beliau menyimpulkan Indonesia tidak mengenal pemisahan kekuasaan dalam arti satu organ melaksanakan satu kekuasaan dan tiga organ independen terhadap lainnya. Organisasi sentral disimpulkannya mirip sistem Konstitusi Belanda. Kemudian mengenai sistem pemerintahan daerah atau lokal dikemukakan di bab selanjutnya dan sistem pemilihan dapat dilihat di bagian akhir yang sangat membantu memahami bagaimana sistem rekrutmen pejabat publik, organisasi pelaksana pemilu, sistem pencalonan, sistem pembagian kursi dan hal-hal lain terkait sistem pemilihan khususnya lembaga konstituante dan parlemen saat itu.

Karya perintis Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar ini membukakan jalan masa transisi karena literatur saat itu sangat minim dengan kondisi ketatanegaraan yang cepat berubah dan konstituante sendiri bersidang menetapkan UUD yang bersifat tetap.



Judul : Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Republik Indonesia
Penulis : Prof. Drs. G.J. Wolhoff
Penerbit : Timun Mas N.V.
Tahun : 1955
Jumlah : 303 halaman

(Dimuat di Majalah Konstitusi BMK No. 33-Oktober 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar